PROSES
PERUMUSAN PANCASILA SEBAGAI DASAR NEGARA RI
Pada
akhir Perang Dunia II, Jepang mulai banyak mengalami kekalahan di mana-mana
dari Sekutu. Banyak wilayah yang telah diduduki Jepang kini jatuh ke tangan
Sekutu. Jepang merasa pasukannya sudah tidak dapat mengimbangi serangan Sekutu.
Untuk itu, Jepang menjanjikan kemerdekaan kepada bangsa Indonesia agar tidak
melawan dan bersedia membantunya melawan Sekutu.
Pembentukan
Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia
Jepang
meyakinkan bangsa Indonesia tentang kemerdekaan yang dijanjikan dengan
membentuk Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia
(BPUPKI). Badan itu dalam bahasa Jepang disebut Dokuritsu Junbi Cosakai.
Jenderal Kumakichi Harada, Komandan Pasukan Jepang untuk Jawa pada tanggal 1
Maret 1945 mengumumkan pembentukan BPUPKI. Pada tanggal 28 April 1945 diumumkan
pengangkatan anggota BPUPKI. Upacara peresmiannya dilaksanakan di Gedung Cuo
Sangi In di Pejambon Jakarta (sekarang Gedung Departemen Luar Negeri). Ketua BPUPKI
ditunjuk Jepang adalah dr. Rajiman Wedyodiningrat, wakilnya adalah Icibangase
(Jepang), dan sebagai sekretarisnya adalah R.P. Soeroso. Jumlah anggota BPUPKI
adalah 63 orang yang mewakili hampir seluruh wilayah Indonesia ditambah 7 orang
tanpa hak suara.
Suasana Sidang BPUPKI
Masa
Persidangan Pertama BPUPKI (29 Mei–1 Juni 1945)
Setelah
terbentuk BPUPKI segera mengadakan persidangan. Masa persidangan pertama BPUPKI
dimulai pada tanggal 29 Mei 1945 sampai dengan 1 Juni 1945. Pada masa
persidangan ini, BPUPKI membahas rumusan dasar negara untuk Indonesia merdeka.
Pada persidangan dikemukakan berbagai pendapat tentang dasar negara yang akan
dipakai Indonesia merdeka. Pendapat tersebut disampaikan oleh Mr. Mohammad
Yamin, Mr. Supomo, dan Ir. Sukarno.
Mr. Mohammad
Yamin
Mr. Mohammad
Yamin menyatakan pemikirannya tentang dasar negara Indonesia merdeka dihadapan
sidang BPUPKI pada tanggal 29 Mei 1945. Pemikirannya diberi judul ”Asas dan
Dasar Negara Kebangsaan Republik
Indonesia”. Mr.
Mohammad Yamin mengusulkan dasar negara Indonesia merdeka yang intinya sebagai
berikut:
1.
peri
kebangsaan;
2.
peri
kemanusiaan;
3.
peri ketuhanan;
4.
peri
kerakyatan;
5.
kesejahteraan
rakyat.
Mr. Supomo
Mr. Supomo
mendapat giliran mengemukakan pemikirannya di hadapan sidang BPUPKI pada tanggal
31 Mei 1945. Pemikirannya berupa penjelasan tentang masalah-masalah yang
berhubungan dengan dasar negara Indonesia merdeka. Negara yang akan dibentuk
hendaklah negara integralistik yang berdasarkan pada hal-hal berikut ini:
1.
persatuan;
2.
kekeluargaan;
3.
keseimbangan
lahir dan batin;
4.
musyawarah;
5.
keadilan
sosial.
Ir. Sukarno
Pada tanggal 1
Juni 1945 Ir. Sukarno mendapat kesempatan untuk mengemukakan dasar negara
Indonesia merdeka. Pemikirannya terdiri atas lima asas berikut ini:
1.
kebangsaan
Indonesia;
2.
internasionalisme
atau perikemanusiaan;
3.
mufakat atau
demokrasi;
4.
kesejahteraan
sosial;
5.
Ketuhanan Yang
Maha Esa.
Kelima asas
tersebut diberinya nama Pancasila sesuai saran teman yang ahli bahasa. Untuk
selanjutnya, tanggal 1 Juni kita peringati sebagai hari Lahir Istilah
Pancasila.
Masa
Persidangan Kedua (10–16 Juli 1945)
Masa
persidangan pertama BPUPKI berakhir, tetapi rumusan dasar negara untuk
Indonesia merdeka belum terbentuk. Padahal, BPUPKI akan reses (istirahat) satu
bulan penuh. Untuk itu, BPUPKI membentuk panitia perumus dasar negara yang
beranggotakan sembilan orang sehingga disebut Panitia Sembilan. Tugas Panitia
Sembilan adalah menampung berbagai aspirasi tentang pembentukan dasar negara
Indonesia merdeka. Anggota Panitia Sembilan terdiri atas Ir. Sukarno (ketua),
Abdulkahar Muzakir, Drs. Moh. Hatta, K.H. Abdul Wachid Hasyim, Mr. Moh. Yamin,
H. Agus Salim, Ahmad Subarjo, Abikusno Cokrosuryo, dan A. A. Maramis. Panitia
Sembilan bekerja cerdas sehingga pada tanggal 22 Juni 1945 berhasil merumuskan
dasar negara untuk Indonesia merdeka. Rumusan itu oleh Mr. Moh. Yamin diberi
nama Piagam Jakarta atau Jakarta Charter.
Pada
tanggal 10 sampai dengan 16 Juli 1945, BPUPKI mengadakan sidang kedua. Pada
masa persidangan ini, BPUPKI membahas rancangan undang-undang dasar. Untuk itu,
dibentuk Panitia Perancang Undang-Undang Dasar yang diketuai Ir. Sukarno.
Panitia tersebut juga membentuk kelompok kecil yang beranggotakan tujuh orang
yang khusus merumuskan rancangan UUD. Kelompok kecil ini diketuai Mr. Supomo
dengan anggota Wongsonegoro, Ahmad Subarjo, Singgih, H. Agus Salim, dan
Sukiman. Hasil kerjanya kemudian disempurnakan kebahasaannya oleh Panitia
Penghalus Bahasa yang terdiri atas Husein Jayadiningrat, H. Agus Salim, dan Mr.
Supomo. Ir. Sukarno melaporkan hasil kerja Panitia Perancang Undang-Undang pada
sidang BPUPKI tanggal 14 Juli 1945. Pada laporannya disebutkan tiga hal pokok,
yaitu pernyataan Indonesia merdeka, pembukaan undang-undang dasar, dan
undang-undang dasar (batang tubuh). Pada tanggal 15 dan 16 Juli 1945 diadakan
sidang untuk menyusun UUD berdasarkan hasil kerja Panitia Perancang
Undang-Undang Dasar. Pada tanggal 17 Juli 1945 dilaporkan hasil kerja
penyusunan UUD. Laporan diterima sidang pleno BPUPKI
Pembentukan
Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia
Pada
tanggal 7 Agustus 1945 BPUPKI dibubarkan Jepang. Untuk menindaklanjuti hasil
kerja BPUPKI, Jepang membentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).
Lembaga tersebut dalam bahasa Jepang disebut Dokuritsu Junbi Iinkai. PPKI
beranggotakan 21 orang yang mewakili seluruh lapisan masyarakat Indonesia.
Mereka terdiri atas 12 orang wakil dari Jawa, 3 orang wakil dari Sumatera, 2
orang wakil dari Sulawesi, dan seorang wakil dari Sunda Kecil, Maluku serta
penduduk Cina. Ketua PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945, menambah anggota PPKI
enam orang lagi sehingga semua anggota PPKI berjumlah 27 orang.
PPKI
dipimpin oleh Ir. Sukarno, wakilnya Drs. Moh. Hatta, dan penasihatnya Ahmad
Subarjo. Adapun anggotanya adalah Mr. Supomo, dr. Rajiman Wedyodiningrat, R.P.
Suroso, Sutardjo, K.H. Abdul Wachid Hasyim, Ki Bagus Hadikusumo, Oto
Iskandardinata, Suryohamijoyo, Abdul Kadir, Puruboyo, Yap Tjwan Bing,
Latuharhary, Dr. Amir, Abdul Abbas, Teuku Moh. Hasan, Hamdani, Sam Ratulangi,
Andi Pangeran, I Gusti Ktut Pudja, Wiranatakusumah, Ki Hajar Dewantara, Kasman
Singodimejo, Sayuti Melik, dan Iwa Kusumasumantri.
Proses
Penetapan Dasar Negara dan Konstitusi Negara
Pada
tanggal 18 Agustus 1945, PPKI mengadakan sidangnya yang pertama. Pada sidang
ini PPKI membahas konstitusi negara Indonesia, Presiden dan Wakil Presiden
Indonesia, serta lembaga yang membantu tugas Presiden Indonesia. PPKI membahas
konstitusi negara Indonesia dengan menggunakan naskah Piagam Jakarta yang telah
disahkan BPUPKI. Namun, sebelum sidang dimulai, Bung Hatta dan beberapa tokoh
Islam mengadakan pembahasan sendiri untuk mencari penyelesaian masalah kalimat
”... dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” pada
kalimat ”Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi
pemeluk-pemeluknya”. Tokoh-tokoh Islam yang membahas adalah Ki Bagus
Hadikusumo, Kasman Singodimejo, K.H. Abdul Wachid Hasyim, dan Teuku Moh.
Hassan. Mereka perlu membahas hal tersebut karena pesan dari pemeluk agama lain
dan terutama tokoh-tokoh dari Indonesia bagian timur yang merasa keberatan
dengan kalimat tersebut. Mereka mengancam akan mendirikan negara sendiri
apabila kalimat tersebut tidak diubah. Dalam waktu yang tidak terlalu lama,
dicapai kesepakatan untuk menghilangkan kalimat ”... dengan kewajiban
menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”. Hal ini dilakukan untuk
menjaga persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia. Kita harus menghargai nilai
juang para tokoh-tokoh yang sepakat menghilangkan kalimat ”.... dengan
kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.” Para tokoh PPKI
berjiwa besar dan memiliki rasa nasionalisme yang tinggi. Mereka juga
mengutamakan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi dan
golongan. Adapun tujuan diadakan pembahasan sendiri tidak pada forum sidang
agar permasalahan cepat selesai. Dengan disetujuinya perubahan itu maka segera
saja sidang pertama PPKI dibuka.
Perbedaan dan
Kesepakatan yang Muncul dalam Sidang PPKI
Pada
sidang pertama PPKI rancangan UUD hasil kerja BPUPKI dibahas kembali. Pada
pembahasannya terdapat usul perubahan yang dilontarkan kelompok Hatta. Mereka
mengusulkan dua perubahan.
Pertama,
berkaitan dengan sila pertama yang semula berbunyi ”Ketuhanan dengan kewajiban
menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” diubah menjadi ”Ketuhanan
Yang Maha Esa”. Kedua, Bab II UUD Pasal 6 yang semula berbunyi ”Presiden ialah
orang Indonesia yang beragama Islam” diubah menjadi ”Presiden ialah orang
Indonesia asli”. Semua usulan itu diterima peserta sidang. Hal itu menunjukkan
mereka sangat memperhatikan persatuan dan kesatuan bangsa. Rancangan hukum
dasar yang diterima BPUPKI pada tanggal 17 Juli 1945 setelah disempurnakan oleh
PPKI disahkan sebagai Undang-Undang Dasar Negara Indonesia. UUD itu kemudian
dikenal sebagai UUD 1945. Keberadaan UUD 1945 diumumkan dalam berita Republik
Indonesia Tahun ke-2 No. 7 Tahun 1946 pada halaman 45–48. Sistematika UUD 1945
itu terdiri atas hal sebagai berikut.
Pembukaan
(mukadimah) UUD 1945 terdiri atas empat alinea. Pada Alenia ke-4 UUD 1945
tercantum Pancasila sebagai dasar negara yang berbunyi sebagai berikut.
Pancasila
|
1) Ketuhanan
Yang Maha Esa.
2) Kemanusiaan
yang adil dan beradab.
3) Persatuan
Indonesia.
4) Kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.
5) Keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
|
Batang
tubuh UUD 1945 terdiri atas 16 bab, 37 pasal, 4 pasal aturan peralihan, dan 2
ayat aturan tambahan Penjelasan UUD 1945 terdiri atas penjelasan umum dan
penjelasan pasal demi pasal.
Susunan
dan rumusan Pancasila yang terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 merupakan
perjanjian seluruh bangsa Indonesia. Oleh karena itu, mulai saat itu bangsa
Indonesia membulatkan tekad menjadikan Pancasila sebagai dasar Negara Kesatuan
Republik Indonesia.